Pages

Selasa, 17 Mei 2011

Bahasa Pohon Selamatkan Bumi

“The best friend on earth of man is the tree. When we use the tree respectfully and economically, we have one of the greatest resources of the earth”. (Arsitek Frank Lloyd Wright)

Banyak cara dapat kita lakukan untuk menyelamatkan Bumi yang kian rapuh. Salah satunya dengan menanam pohon, sang primadona efek pemanasan Bumi, penyelamat lingkungan.

Pohon adalah salah satu keajaiban alam terhebat. Semua ajaran agama dengan tegas menempatkan pohon menjadi simbol dan sumber kehidupan manusia. Relief-relief di Candi Borobudur, Candi Prambanan, dan candi-candi lain melukiskan pohon dalam kehidupan kita. Sakral dan romantis. Cinta dan kedamaian terukir dengan menanam pohon dan segala aktivitas kehidupan di bawah pohon. Kebencian dan anarki dilukiskan dengan menebang pohon.

Pohon adalah pembentuk ruang paling dasar (akar dan tanah = lantai, batang = tiang, ranting dan daun = atap) yang menciptakan keteduhan agar manusia dapat melakukan aktivitas di bawahnya. Sang Buddha Gautama merenung hening di bawah pohon Bodi (Ficus religiosa). Para murid yang sekolahnya ambruk tetap dapat belajar di bawah kerindangan pohon.

Bumi dan perempuan adalah satu. Kata bumi sendiri berkonotasi perempuan. Bumi tempat pohon berpijak menghujamkan akarnya. Bumi, pohon, dan perempuan menginspirasi Sutradara Garin Nugroho untuk membuat film terbarunya berjudul Under The Tree. Bagi Garin, pohon mempunyai banyak makna yang menjadi bagian tak terlupakan dalam kehidupan semua orang di Bumi. Pohon dan perempuan juga telah mendorong Gerakan Perempuan Tanam dan Pelihara Sepuluh Juta Pohon (1/12/2007) untuk menyelamatkan Bumi.

Pohon Beringin (Ficus benjamina) dipilih sebagai lambang Persatuan Indonesia, sila ketiga Pancasila. Pohon kalpataru (Barringtonia asiatica), pohon kehidupan, dijadikan simbol penghargaan bagi pahlawan pelestarian lingkungan hidup. Meski bukan partai hijau, sebuah partai politik besar justru memakai lambang pohon beringin untuk mencitrakan partai yang memberi keteduhan kepada rakyat.

Pusat-pusat kota di Jawa ditandai dengan dua pohon beringin kurung di alun-alun sebagai titik nol kota. Pohon kamboja (Plumeria alba) banyak ditanam di pura-pura suci di Bali atau di tanah pemakaman di Jawa.

Sebutan kota-kota kita juga ada yang berasal dari ciri khas pohon-pohonnya, seperti Semarang (pohon asam yang ditanam jarang-jarang), Bogor yang identik dengan pohon kenari. Begitu pula sejumlah kawasan di Jakarta, dulu Sunda Kelapa (Cocos nucifera), kawasan Menteng (Baccaurea recemosa), Cempaka Putih (Michelia alba), Karet (Ficus elastica), Kemang (Mangifera caecea), Kelapa Gading (Cocos capitata), Kapuk (Ceiba petandra), Kosambi (Schleichera oleosa), atau Kebayoran (Bayur = Pterospermum javanicum).

Tetapi pohon-pohon kini merana karena tumbang ditiup angin atau ditebangi tanpa terkendali. Padahal, pohon wajib dilindungi dan dilestarikan apa pun alasannya. Menebang pohon sama saja mempercepat ajal kita.

Pada era pemanasan Bumi dan berbagai bencana alam (banjir, tanah longsor, pencemaran udara, krisis air) terjadi, gerakan penanaman pohon besar yang lebih banyak lagi merupakan hal mutlak. Pohon berjasa menahan air dalam tanah, mencegah erosi dan longsor, menjadi habitat bagi beragam makhluk hidup, memproduksi oksigen, menyerap karbondioksida–gas rumah kaca penyebab pemanasan global–menyaring gas polutan, meredam kebisingan, angin dan sinar matahari, dan menurunkan suhu kota.

Menanam pohon sebenarnya berbicara tentang kearifan konsumsi-investasi, menjamin kelangsungan lingkungan hidup warga dan kota. Selalu ada alternatif penyelesaian cerdas dalam membangun kota tanpa harus menebangi pohon jika kita mau berpikir panjang. Seluruh warga hendaknya berpartisipasi menggerakkan lompatan besar menghijaukan kota melawan proses penggurunan kota (hutan beton).

United Nations Environment Programme (UNEP, 2007) berkampanye “Plant for the Planet: Billion Tree Campaign”, sebagai salah satu upaya memulihkan kondisi Bumi dari pemanasan global melalui gerakan menanam pohon. Di kita, gerakan penghijauan masih sekadar seremonial belaka. Terbengkalai, tidak dipelihara, dan mati.

Menanam pohon ada aturannya, tidak asal tanam. Penanaman pohon mensyaratkan kecocokan jenis pohon (pantai, dataran rendah, pegunungan), fungsi (ekologis, ekonomis, estetis), ketepatan cara (standar keamanan dan keselamatan), waktu penanaman, penyediaan, pemilihan, dan pendistribusian (dalam jumlah besar), serta pemeliharaan pascatanam. Penanaman harus memerhatikan segi estetika arsitektural, lanskap visual kota, peran maksimal terhadap lingkungan, aman terhadap konstruksi, batang tak mudah patah, dan berumur panjang (ratusan tahun).

Pohon-pohon pengikat tanah dan penyimpan air tanah ditanam di lahan kritis yang rawan longsor dan erosi. Pohon bakau memagari kawasan tepian pantai hingga menyusup ke jantung kota melalui bantaran kali untuk mencegah intrusi air laut, menahan abrasi pantai, menahan air pasang, angin dan gelombang besar dari lautan lepas, mencegah pendangkalan dan penyempitan badan air, menyerap limpahan air dari daratan (saat banjir), menetralisasi pencemaran air laut, dan melestarikan habitat tiga ekosistem hutan bakau yang kaya keanekaragaman hayati.

Jenis pohon tertentu terpilih sebagai pohon penyelamatan (escape trees) yang ditanam di sepanjang jalur evakuasi bencana (escape route) menuju taman atau bangunan penyelamatan (escape building) lainnya. Penanaman pohon besar di sepanjang jalur hijau jalan, jalur pedestrian, bantaran rel kereta api, jalur tegangan tinggi, serta jalur tepian air bantaran kali, situ, waduk, tepi pantai, dan rawa-rawa akan membentuk infrastruktur hijau raksasa yang berfungsi ekologis. Kota pohon memberi keteduhan pada pejalan kaki dan penunggang sepeda.

Berbagai penelitian membuktikan, 1 hektar ruang terbuka hijau (RTH) yang dipenuhi pohon besar menghasilkan 0,6 ton O2 untuk 1.500 penduduk/hari, menyerap 2,5 ton CO2/tahun (6 kg CO2/batang per tahun, menyimpan 900 m3 air tanah/tahun, mentransfer air 4.000 liter/hari, menurunkan suhu 5°C-8°C, meredam kebisingan 25-80 persen, dan mengurangi kekuatan angin 75-80 persen. Setiap mobil mengeluarkan gas emisi yang dapat diserap oleh 4 pohon dewasa (tinggi 10 m ke atas, diameter batang lebih dari 10 cm, tajuk lebar, berdaun lebat).

Pemerintah perlu menyurvei ulang, mendeteksi tingkat kesehatan dan keamanan, serta mengambil tindakan perawatan, pemeliharaan, dan asuransi pohon. Unit reaksi cepat perlu tanggap memberi pertolongan darurat, memangkas pohon sakit atau rawan tumbang, menyingkirkan pohon tumbang, mengangkut, dan mengolah sampah pohon, serta didukung standar kinerja, kompetensi pekerjaan, sertifikasi tenaga pengawas, dan pelaksana pemeliharaan pohon. Ini agar warga kota tidak paranoid, takut pohon tumbang saat musim hujan tiba atau ada angin puting beliung.

Pemerintah bersama masyarakat dapat memelihara dan melindungi pohon. Kita dapat mengadopsi dan menjadi orang tua angkat pohon-pohon besar di depan rumah.

Ada beberapa pohon yang layak tanam untuk kota besar seperti Jakarta, yaitu pohon trembesi/Ki Hujan (Samanea saman), asam (Tamarindus indica), mahoni (Swietenia mahogani), tanjung (Mimusops elengi), atau bintaro (Cerbera manghas). Selain itu, pohon buah-buahan yang menarik bagi burung dan tupai dapat pula ditanam di lingkungan rumah kita, seperti pohon mangga (Mangifera indica), sawo kecik (Manilkara kauki), rambutan (Nephelium lappaceum), nangka (Artocarpus integra). Kawasan pantai dapat ditanami waru laut (Hibiscus tiliaceus), cemara laut (Casuarina equisetifolia), nyamplung (Calophyllum inophyllum), ketapang (Terminilia cattapa).

Kita tidak akan pernah dapat menghargai pohon selama kita tak pernah mendengarkan bahasa pohon. Seperti pepatah bijak dari China 500 SM, “jika engkau berpikir untuk satu tahun ke depan, semailah sebiji benih, jika engkau berpikir untuk sepuluh tahun ke depan, tanamlah sebatang pohon”. Ingat pula, kata Al Gore, “Plant trees, Lots of trees,” (An Inconvenient Truth, Al Gore, 2007).

Sabtu, 14 Mei 2011

AdiWiyata

ADIWIYATA adalah program terhadap sekolah yang mewujudkan sekolah berwawasan dan peduli lingkungan
Apa Itu ADIWIYATA ?
Adiwiyata mempunyai pengertian atau makna: Tempat yang baik dan ideal dimana dapat diperoleh segala ilmu pengetahuan dan berbagai norma serta etika yang dapat menjadi dasar manusia menuju terciptanya kesejahteraan hidup dan menuju kepada cita-cita pembangunan berkelanjutan.

TUJUAN PROGRAM ADIWIYATA
Menciptakan kondisi yang baik bagi sekolah untuk menjadi tempat pembelajaran dan penyadaran warga sekolah, sehingga di kemudian hari warga sekolah tersebut dapat turut bertanggung jawab dalam upaya-upaya penyelamatan lingkungan hidup dan pembangunan berkelanjutan.

Kegiatan utama diarahkan pada terwujudnya kelembagaan sekolah yang peduli dan berbudaya lingkungan bagi sekolah dasar dan menengah di Indonesia. Disamping pengembangan norma-norma dasar yang antara lain: kebersamaan, keterbukaan, kesetaraan, kejujuran, keadilan, dan kelestarian fungsi lingkungan hidup dan sumber daya alam. Serta penerapan prinsip dasar yaitu: partisipatif, dimana komunitas sekolah terlibat dalam manajemen sekolah yang meliputi keseluruhan proses perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi sesuai tanggung jawab dan peran; serta berkelanjutan, dimana seluruh kegiatan harus dilakukan secara terencana dan terus menerus secara komperensif.

INDIKATOR DAN KRITERIA PROGRAM ADIWIYATA

A. Pengembangan Kebijakan Sekolah Peduli dan Berbudaya Lingkungan
Untuk mewujudkan sekolah yang peduli dan berbudaya lingkungan maka diperlukan beberapa kebijakan sekolah yang mendukung dilaksanakannya kegiatan-kegiatan pendidikan lingkungan hidup oleh semua warga sekolah sesuai dengan prinsip-prinsip dasar Program Adiwiyata yaitu partisipatif dan b e r k e l a n j u t a n .

Pengembangan kebijakan sekolah tersebut antara lain:
1. Visi dan misi sekolah yang peduli dan berbudaya lingkungan.
2. Kebijakan sekolah dalam mengembangkan pembelajaran pendidikan lingkungan hidup.
3. Kebijakan peningkatan kapasitas sumber daya manusia (tenaga kependidikan dan
non-kependidikan) di bidang pendidikan lingkungan hidup.
4. Kebijakan sekolah dalam upaya penghematan sumber daya alam.
5. Kebijakan sekolah yang mendukung terciptanya lingkungan s e k o l a h yang bersih dan sehat.
6. Kebijakan sekolah untuk pengalokasian dan penggunaan dana bagi kegiatan yang terkait dengan
masalah lingkungan hidup.

B. Pengembangan Kurikulum Berbasis Lingkungan
Penyampaian materi lingkungan hidup kepada para siswa dapat dilakukan melalui kurikulum secara terintegrasi atau monolitik. Pengembangan materi, model pembelajaran dan metode belajar yang bervariasi, dilakukan untuk memberikan pemahaman kepada siswa tentang lingkungan hidup yang dikaitkan dengan persoalan lingkungan sehari-hari (isu local).

Pengembangan kurikulum tersebut dapat dilakukan antara lain:
1. Pengembangan model pembelajaran lintas mata pelajaran.
2. Penggalian dan pengembangan materi dan persoalan lingkungan hidup yang ada di masyarakat sekitar.
3. Pengembangan metode belajar berbasis lingkungan dan budaya.
4. Pengembangan kegiatan kurikuler untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran siswa tentang lingkungan hidup.

C. Pengembangan Kegiatan Berbasis Partisipatif
Untuk mewujudkan sekolah yang peduli dan berbudaya lingkungan, warga sekolah perlu dilibatkan dalam berbagai aktivitas pembelajaran lingkungan hidup. Selain itu sekolah juga diharapkan melibatkan masyarakat disekitarnya dalam melakukan berbagai kegiatan yang memberikan manfaat baik bagi warga sekolah, masyarakat maupun lingkungannya.

Kegiatan-kegiatan tersebutantara lain:
1. Menciptakan kegiatan ekstra kurikuler/kurikuler di bidang lingkungan hidup berbasis patisipatif di sekolah.
2. Mengikuti kegiatan aksi lingkungan hidup yang dilakukan oleh pihak luar.
3. Membangun kegiatan kemitraan atau memprakarsai pengembangan pendidikan lingkungan hidup di sekolah.

D. Pengelolaan dan atau Pengembangan Sarana Pendukung Sekolah
Dalam mewujudkan sekolah yang peduli dan berbudaya lingkungan perlu didukung sarana dan prasarana yang mencerminkan upaya pengelolaan lingkungan hidup, antara lain meliputi:

1. Pengembangan fungsi sarana pendukung sekolah yang ada untuk pendidikan lingkungan hidup.
2. Peningkatan kualitas penge-lolaan lingkungan di dalam dan di luar kawasan sekolah.
3. Penghematan sumberdaya alam (listrik, air, dan ATK).
4. Peningkatan kualitas pelayanan makanan sehat.
5. Pengembangan sistem pengelolaan sampah.

PENGHARGAAN ADIWIYATA
Pada dasarnya program Adiwiyata tidak ditujukan sebagai suatu kompetisi atau lomba. Penghargaan Adiwiyata diberikan sebagai bentuk apresiasi kepada sekolah yang mampu melaksanakan upaya peningkatan pendidikan lingkungan hidup secara benar, sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan. Penghargaan diberikan pada tahapan pemberdayaan (selama kurun waktu kurang dari 3 tahun) dan tahap kemandirian (selama kurun waktu lebih dari 3 tahun).

Pada tahap awal, penghargaan Adiwiyata dibedakan atas 2 (dua) kategori, yaitu:
1. Sekolah Adiwiyata adalah, sekolah yang dinilai telah berhasil dalam melaksanakan Pendidikan Lingkungan Hidup.
2. Calon Sekolah Adiwiyata adalah. Sekolah yang dinilai telah berhasil dalam Pengembangan Pendidikan Lingkungan Hidup.

Pada tahun 2007 kuesioner yang diterima oleh Kementerian Negara Lingkungan Hidup dari seluruh Indonesia sebanyak 146 sekolah yang berasal dari 17 propinsi. Setelah melalui tahaptahap seleksi penilaian, maka ditetapkanlah 30 sekolah sebagai calon model sekolah Adiwiyata tahun 2007. Sedangkan 10 sekolah yang telah terseleksi sebelumnya di tahun 2006 (meliputi ruang lingkup Pulau Jawa) ditetapkan sebagai sekolah penerima penghargaan Adiwiyata sesuai dengan kategori pencapaiannya.

TATA CARA PENGUSULAN CALON PENERIMA PENGHARGAAN ADIWIYATA
Setiap Sekolah dapat diajukan oleh Pemerintah Daerah sebagai calon Sekolah Adiwiyata sesuai dengan kuota yang ditetapkan oleh Kantor Kementerian Negara Lingkungan Hidup.

Pengajuan calon sebagaimana dimaksud diatas dilakukan dengan mengisi kuesioner dan menyertai lampiran yang diperlukan sesuai dengan formulir yang telah disediakan oleh Kantor Negara Lingkungan Hidup.

Calon sekolah Adiwiyata dan sekolah Adiwiyata akan diteliti lebih lanjut oleh Dewan Pertimbangan Adiwiyata.

Penerima penghargaan calon dan sekolah Adiwiyata ditetapkan dengan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup.

MEKANISME PENILAIAN PROGRAM ADIWIYATA
Pada dasarnya peluang mengikuti program Adiwiyata terbuka bagi seluruh sekolah di tanah air Indonesia. Mengingat keterbatasan yang ada dan kepentingan dari semua pihak terkait, maka dalam proses seleksi dan peni laian, Kementerian Negara Lingkungan Hidup dibantu oleh berbagai pihak, antara lain: Pemerintah Daerah setempat (dalam hal ini dikoordinir oleh BPLHD/Bapedalda Propinsi), bekerja sama dengan Dinas Pendidikan setempat, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Akademisi dan pihak swasta lainnya.

Tim Penilai Adiwiyata pun terdiri dari berbagai pemangku kepentingan yaitu: Kementerian Negara Lingkungan Hidup, Departemen Pendidikan Nasional, LSM yang bergerak di bidang lingkungan, Jaringan Pendidikan Lingkungan, Perguruan Tinggi, Swasta dll. Sedangkan Dewan Pengesahan Adiwiyata terdiri dari Pakar Lingkungan, Pakar Pendidikan Lingkungan, wakil dari Perguruan Tinggi dlsbnya.